Sabtu, 16 Desember 2017

Membangun Rumah Tahap 6: Konsep Desain

Membangun Rumah Tahap 6: Konsep Desain

Arsitek sudah memiliki data yang jelas tentang fungsi bangunan, keinginan klien, keadaan lahan dan tapak bangunan, serta telah melakukan riset sehingga mempunyai pra konsep yang tepat dan jelas. Pra konsep ini akan dikembangkan menjadi sebuah konsep desain yang menjadi dasar pengembangan dan perancangan desain.



Sketsa konsep desain Falling Water karya Frank Lloyd Wright (sumber : dfiles.me)

Konsep desain arsitektural adalah cara arsitek menanggapi sebuah kebutuhan desain dengan menerjemahkan ide-ide yang abstrak menjadi rancangan bangunan yang bisa terwujud. Di dalam konsep ini akan tertuang semua ide-ide dasar, rencana dan tujuan, pemikiran baru dan unik berdasarkan pendapat, keyakinan, teori, keinginan, dan kebutuhan home-owner.

Hasil dari konsep desain berupa :
zona fungsi
ruang-ruang arsitektural
konsep bangunan dan sirkulasinya
dasar dan teori perancangan
selubung bangunan (dinding dan atap)

Pembuatan konsep desain merupakan tahapan terpenting dan terumit dalam keseluruhan proses desain. Konsep desain yang dibuat akan menjadi panduan semua keputusan desain selanjutnya. Konsep desain mengintegrasikan visi dan misi dengan tapak untuk mencapai tujuan akhir desain. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kebanyakan arsitek menagihkan persentase fee terbesar untuk tahapan desain ini. Sumber konsep desain bisa berasal dari tapak tempat bangunan akan didirikan, hasrat, latar budaya atau pun perpaduan citra seni serta pengetahuan teknologi home-owner dan arsiteknya.

Berikut dua contoh konsep desain dari dua bangunan yang sudah terkenal di dunia arsitektural.
Falling Water karya Frank Lloyd Wright

Lokasi : Mill Run, Pennsylvania

Dibangun : 1936-1939

Langgam : Arsitektur Modern

Pemilik : Edgar J. Kaufmann

tahun 1963 diserahkan sebagai museum untuk Western Pennysylvania Conservacy sebagai penghargaan atas karya F.L. Wright.



Falling Water, rumah peristirahatan keluarga Kaufmann yang harmonis dengan alam (Sumber: knoji.com)

Konsep utama bangunan : Rumah peristirahatan yang berkolerasi,menyatu,dan selaras dengan alam



Falling Water dari atas di musim semi (Sumber: fallingwater.org)

Bangunan ini berdiri di hamparan hutan Oak dan Maple, menyatukan sisi kemanusiaan dengan alam secara harmonis dan menyatakan keberadaannya sebagai bagian dari alam. Dinding dan atap memiliki banyak bukaan sebagai aplikasi dari konsep hemat energi dan pemanfaatan faktor alam untuk pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah. Rumah ini begitu harmonis dengan alam sehingga bangunan ini ditetapkan sebagai National Historic Landmark di tahun 1966 dan “Place of a Lifetime” oleh National Geographic Traveler.

Konsep tapak : Mengoptimalkan keindahan dan potensi alam sekitar



Keindahan hutan sekitar Falling Water di musim panas (Sumber: fallingwater.org)



Sketsa konsep desain Falling Water karya Frank Lloyd Wright (Sumber: 1154505702.blogspot.com)



Konsep tapak Falling Water (Sumber: towermax.deviantart.com)

Falling Water mengoptimalkan keasrian dan potensi alam sekitarnya untuk kenyamanan fungsi bangunan, sehingga mendapat penghargaan sebagai “The Best all-time work American Architecture” oleh American Institute of Architects di tahun 1991.

Konsep bahan : Memanfaatkan bahan alami dari lingkungan sekitar secara bijak



Pintu masuk Falling Water (Sumber: slate.com)



Bebatuan alam dari tapak sebagai bagian dari struktur bangunan (sumber: fallingwater.org)

Kesederhanaan sudah tampak mulai dari pintu masuk utama yang ditandai sebuah tiang batu. Bagian interior didominasi bahan kayu dan menonjolkan bebatuan asli berukuran besar dengan sesedikit mungkin merubah struktur asli tebing sungai.

Konsep struktur : Dominasi sistem kantilever beton bertulang yang dibangun di atas bebatuan



Gambar tampak atas dan potongan Falling Water karya F.L. Wright (Sumber: dfiles.me)

Falling Water terdiri dari tiga lantai yang masing-masing mempunyai teras kantilever. Sistem kantilever paling fenomenal terletak pada ruang keluarga yang melayang di puncak air terjun dari aliran sungai di Bukit Bear Run sebagai gemericiknya, seolah-olah sebagai perpanjangan imajinasi dari tapak.



Sistem kantilever pada ruang keluarga Falling Water (Sumber: ruangarsitekunimal.blogspot.co.id)

Kolom terbuat dari sandstone hasil sedimen dari kuarsa dan pasir yang menyatu dengan dasar tapak bangunan.

Konsep interior : Keseluruhan elemen interior merupakan satu kesatuan dengan keseluruhan desain



Ruang keluarga Falling Water dengan perapian (Sumber: pinterest.com)

Desain interior dipusatkan pada bagian perapian sebagai ‘point of interest’ dari ruang keluarga, ruang yang dianggap paling penting dalam sebuah rumah.



Denah lantai dasar Falling Water karya F.L. Wright (sumber : friv5games.biz)

Keseluruhan ruang berkonsep ruang terbuka. Dari semua ruang bisa terlihat keasrian alam, terdengar gemericik air terjun, dan keindahan cahaya matahari menembus ruang. Konsep ruang terbuka ini menciptakan aliran ruang dan interaksi sosial yang bebas. Ada tiga area duduk, sebuah kantor, dan sebuah ruang makan dengan dua teras.



Frank Lloyd Wright (8 Juni 1867-9 April 1959) (Sumber: ruangarsitekunimal.blogspot.co.id)

Hal-hal yang mempengaruhi konsep desain Falling Water: inovasi baru, Louis Sullivan, keadaan alam, seni bangunan Jepang, blok Frobel (permainan balok geometri) , dan musik klasik Ludwig van Beethoven. Konsep desain yang matang dan pengaruh besar dari alam menghasilkan Falling Water yang tidak hanya nyaman dan menyatu dengan alam, tetapi menjadi adikarya arsitektur yang tidak lekam oleh waktu.
4 x 4 Kobe House karya Tadao Ando

Lokasi : Tarumi-ku, Kobe, Hyogo, Kobe, Japan

Jenis Proyek : Rumah Non-komersial

Dibangun : 2003-2004

Langgam : Arsitektur kontemporer modern



4 x 4 Kobe House Unit 1 karya Tadao Ando (sumber : architectboy.com)

Rumah ini terkenal karena dimensinya yang hanya 4 x 4 m, terdiri dari 4 lantai, dan letaknya yang unik di teluk menghadap Laut Seto, serta sebagian besar lahan berada di bawah permukaan laut.

Konsep Tapak : Bangunan pada lahan sempit yang berada di lokasi gempa dengan panorama indah di sekelilingnya



Kobe House di malam hari (Sumber : pinterest)

Kedua unit rumah ini berada di Teluk Hyogo, pinggiran Kobe, sepanjang daerah komersial. Kesulitan dari tapak ini adalah setiap unit menempati lahan seluas 5 x 5 m yang sebagian besar berada di bawah permukaan laut. Peraturan pemerintah mengharuskan bangunan di daerah pantai berukuran kecil, hanya 16.5m2. Lahan ini juga berada hanya 4 km dari Pulau Awaji, pusat gempa Hanshin di tahun 1995 yang memporakporandakan Kobe.

Sekitar tapak dikelilingi panorama yang indah dari Laut Seto, Pulau Awaji, dan Jembatan Akashi Kaikyo sebagai bagian kenangan dari gempa dashyat yang dialami semua daerah itu. Itulah sebabnya, saat merancang, Ando mempertimbangkan juga kenaikan air laut signifikan yang mungkin melanda kawasan itu.

Konsep Bangunan: Setiap unit berupa balok beton sebagai mercusuar yang menghadap laut dan beradaptasi sempurna dengan keadaan tapak

Luas lantai dasar rumah pertama sangat sempit, tepat 4 x 4 m. Kebutuhan untuk menampung jumlah penghuni mengharuskan rumah ini memiliki basement, lantai dasar, dan 3 lantai lagi di atasnya.



Gambar potongan 4x4 Kobe House (Sumber: pinterest.com)

Rumah kedua berbeda dari rumah pertama. Tiap lantai rumah pertama dihubungkan dengan tangga, sedangkan pada rumah kedua dihubungkan dengan elevator / lift. Perbedaan lainnya ada pada material yang digunakan. Keseluruhan rumah pertama dibangun dari beton, sedangkan rumah kedua menggunakan kombinasi beton dan kayu, sesuai permintaan klien.

Konsep desain interior : setiap lantai digunakan untuk aktivitas berbeda



Denah dan gambar potongan Kobe House (Sumber: archweb.it)

Bagian basement digunakan sebagai gudang. Pintu masuk dan area layanan ada pada lantai dasar, kamar tidur di lantai pertama, ruang belajar di lantai dua, dapur dan ruang makan sebagai ‘jantung rumah’ berada di lantai teratas.



Interior Kobe House (Sumber: architectboy.com)

Ruang hampir tertutup keseluruhan di ketiga sisinya. Bagian yang menghadap ke laut memiliki bukaan di sepanjang sisinya.

Konsep Bahan : beton, kayu, dan kaca

Seperti pada karya-karyanya yang lain, Ando mengaplikasikan beton bertulang pada struktur dan beton ekspos pada dinding eksterior.



4 x 4 Kobe twin House (Sumber: pinterest.com)

Bangunan kembarnya, 4x4 Kobe House II, dibangun menyerupai unit I namun menggunakan bahan kayu pinus Oregon yang dilaminasi dan lantai kayu paulownia. Tadao Ando juga memanfaatkan beton pada bagian eksterior, baja dan alumunium untuk jendela, kayu oak, beton ekspos dan panel gipsum pada dinding interior dan beton cor untuk langit-langit.

Dibangun di lahan seluas 74 m2, luas lantai dasar 23 m2 dan total luas lantai 84 m2. Unit II ini dibangun sama imutnya dan sebagai cerminan Unit I. Ando berharap dengan membangun dua bangunan yang mirip dengan material yang berbeda akan menjadi pintu gerbang ke laut dan menciptakan hubungan antara arsitektur dengan tapaknya.

Konsep Struktur: beton bertulang dengan struktur tahan gempa



Detail bahan eksterior 4x4 Kobe House (sumber : frappesmegala.tumblr.com)



Tadao Ando, anak kembar yang lahir di Minato-ku, Osaka, Jepang pada 13 September 1941(Sumber: archinect.com)

Permasalahan terbesar adalah menyediakan tempat tinggal pada lahan yang sangat sempit. Menurut Ando, semakin sulit permasalahan yang harus dihadapi justru menjadi tantangan yang semakin menarik untuk penyelesaian desain. Terbukti dengan kemampuannya merancang bangunan cerdik yang belum pernah diperlihatkan oleh siapa pun. “I believe that the way people live can be directed a little by architecture” (Saya percaya bahwa cara hidup manusia bisa sedikit diarahkan oleh arsitektur).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar